Cerita Meletusnya Gunung Merapi 5 November 2010 dan Meninggalnya Mbah Maridjan
Gunung Merapi dinaikkan posisinya jadi tingkat III atau Waspada untuk Kamis 5 November 2020. Balai Penyidikan serta Peningkatan Tehnologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyarankan supaya aktivitas pendakian, rekreasi, serta penambangan yang masuk ke teritori riskan musibah (KRB) III, disetop.
Susul kenaikan posisi rutinitas vulkanik Gunung Merapi itu, proses penyelamatan dipersiapkan.
"Penyelamatan diutamakan untuk barisan rawan mencakup lanjut usia, balita, beberapa anak, ibu hamil, serta orang sakit," kata Kepala Eksekutor BPBD Kabupaten Magelang, Edy Susanto di Magelang, Kamis, 5 November 2020.
Gubernur Jawa tengah Ganjar Pranowo minta masyarakat tidak cemas dengan peningkatan posisi rutinitas Gunung Merapi dari Siaga (Tingkat II) ke Waspada (Tingkat III).
"Masyarakat tak perlu cemas, tetapi selalu siaga. Saya anggap warga paling dekat sudah pasti benar-benar memahami masalah ini, cuman kita tinggal bersama sama-sama mengingati serta sama-sama mengawasi. Persiapkan alat transportasi serta barang bernilai supaya bisa dibawa ke tempat evakuasi bila berlangsung erupsi," kata Ganjar di Semarang, Kamis 5 November 2020.
Kembali ke 10 tahun lalu, persisnya di tanggal yang serupa yaitu 5 November 2010, Gunung Merapi alami erupsi. Data Pusdalops Tubuh Nasional menulis, per tanggal 27 November 2010 musibah erupsi Gunung Merapi sudah menyebabkan 277 orang wafat di daerah Wilayah Spesial Yogyakarta serta 109 orang wafat di daerah Jawa tengah.
Letusan Merapi menyebabkan kerusakan serta rugi besar di daerah Magelang, Boyolali, Klaten serta Sleman. Beberapa puluh ribu orang pindah serta beberapa ribu ternak mati.
Erupsi gunung yang ada di tepian Jawa tengah serta DIY ini berlangsung semenjak 26 Oktober 2010 dengan seringkali memuntahkan material gunung, diawali jam 17.02 WIB. Sesudahnya, serangkaian letusan dengan disertai awan panas serta banjir lahar dingin berlangsung sampai pucuknya untuk 5 November 2010.
BNPB menulis, rutinitas gunung dengan ketinggian 2.930 mtr. itu bertambah untuk 3 November 2010. Awan panas berturut-turut berlangsung start pukul 11.11 WIB sampai 15.00 WIB dalam jarak luncur awan panas capai 9 km dari pucuk. Sesaat radius aman jadi 15 km dari pucuk Gunung Merapi.
Perombakan berlangsung untuk 4 November 2010. Erupsi kelanjutan tingkatkan jarak luncur awan panas capai 14 km dari pucuk. Sampai masuk 5 November 2010 jam 01.00 WIB, wilayah aman diputuskan di luar radius 20 km dari pucuk Gunung Merapi.
mesin slot online terpercaya mengenal situs tempat bermain slot online Pada hari itu, letusan didahului dengan suara deru kedengar di Yogyakarta, Magelang, serta Wonosobo. Hujan kerikil serta pasir capai Kota Yogyakarta sisi utara, sedang hujan abu vulkanik pekat turun sampai Purwokerto serta Cilacap. Siang harinya, debu vulkanik sudah capai beberapa daerah di Jawa Barat.
Untuk 5 November 2010, atap rumah, jalan, sampai pohon-pohon di Dusun Ngadipuro Kecamatan Dukun Magelang nampak kelabu diselimuti debu. Listrik padam semenjak tiga hari kemarin. Dusun itu sepi.
Masyarakat di tempat pindah sebab tinggal dalam radius 12 km dari pucuk gunung. Tidak cuman Dusun Ngadipuro, sebagian besar dusun di lereng Merapi juga tidak berpenghuni.
"Kecuali awan panas, bahaya yang memberikan ancaman benar-benar serius sekarang ini ialah banjir lahar dingin," kata Sri Sumarti, Kepala Seksi Gunung Merapi, Balai Penyidikan serta Peningkatan Tehnologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Rabu 10 November 2010.
Sungai yang berhulu di Gunung Merapi rata dengan perkampungan seputar, dampak lahar dingin atau material gunung yang terikut hujan. Pasir, kerikil, lumpur, serta batu besar penuhi sungai-sungai itu. Bahkan juga, beberapa puluh desa rata karena curahan material Merapi yang diprediksi capai 140 juta mtr. kubik serta mencapai sampai 13 km dari hilir.
Di teritori Kali Gendol, sungai yang umumnya terjal serta benar-benar dalam telah tidak akan nampak sebab disanggupi material vulkanik.
Serangkaian letusan Gunung Merapi ikut mengambil nyawa si juru kunci, Ki Surakso Hargo atau Mbah Maridjan. Ia wafat karena semburan awan panas letusan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Wilayah Spesial Yogyakarta, Selasa 26 Oktober 2010.
Dikutip dari "Majalah Tempo: Sujud Paling akhir Gareng Kinahrejo", edisi 1 November 2010, kuatir langsung menangkap barisan yang cari kehadiran Mbah Maridjan saat itu.
Anggota team penyelamat yang umumnya kenal Mbah Maridjan cemas untuk keselamatannya. Sesudah tindakan Merapi berkurang, 20 anggota team pergi ke arah Kinahrejo.
Seputar 800 mtr. dari arah, kelompok justru kesusahan masuk. Banyak pohon roboh membentang. Mereka lalu minta kontribusi posko SAR di Gondang, 1 km dari sana, untuk membawakan gergaji mesin.
"Sesudah jalan terbuka, kami bergerak," kata anggota team SAR, Ferry Ardyanto.
Jalan beberapa mtr., team mendapati satu mayat pria. Bergerak kembali serta mendapati 2 orang selamat. Satu salah satunya mereka mengenal yaitu Udi Sutrisno, adik Mbah Maridjan yang selanjutnya wafat di dalam rumah sakit sebab cedera bakar kronis.
Maju kembali beberapa mtr., mereka mendapati pria renta selamat. Sampai datang jalan naik di perempatan saat sebelum rumah Mbah Maridjan, mereka mendapati tiga mayat. Naik ke atas sedikit, team berjumpa 2 orang yang hidup.
Kedengar suara, "Tulung..., tulung…". Rupanya seorang wanita dengan keadaan semua pakaiannya terbakar, kulitnya melepuh. Team lagi bergerak sampai datang di satu rumah yang remuk. Team menemui jasad seorang ibu muda dalam sikap menyusui bayi yang baru berumur 35 hari. Suaminya itu turut meninggal bersama orangtua serta kakek sang wanita.
Di muka pekarangan rumah Mbah Maridjan, anggota team SAR, Martono Arbi Wibisono, histeris mengucapkan salam. "Assalamualaikum," teriaknya berkali-kali.
Martono menangis. Dia terenyuh melihat rumah sang Mbah remuk. Pria itu kenal si juru kunci semenjak remaja, saat jadi pecinta alam. "Hati saya berbicara, Mbah telah meninggal dunia," ucapnya.
Penyisiran lagi dikerjakan sampai mendapati mayat Sarno Utomo, yang umum mengatakan azan, serta Slamet Adi, adiknya. Mereka tinggal tidak jauh dari mushola, tempat Mbah Maridjan hadapi letusan Merapi 2006.
Dalam penelusuran di halaman rumah, diketemukan jasad seorang reporter, Yuniawan, ada di belakang mobil APV. Bergerak lagi, Team mendapati kembali dua jasad di rumah Mbah Maridjan. Satu salah satunya Papar, sukarelawan PMI.
Tengah malam, team hentikan penelusuran serta kembali lagi bekerja Rabu subuh. Rumah Mbah Maridjan dijelajahi kembali lagi, beberapa yang lain menyisir seputar rumah. Tau-tau Martono berteriak.
Ia panggil seluruh anggota team dekati kamar 5 x 3 mtr. ada di belakang dapur. Kamar itu dibuat sekian tahun lalu, supaya bila anak cucu bergabung tidak kekurangan kamar tidur.
Di kamar itu terlihat mayat dalam status sujud, menghadap selatan, arah pusat Kota Yogyakarta. Mayatnya tertutup kerangka rumah serta tangkai pinus yang menerpa tembok kamar. Pecahan asbes serta abu membuat tubuhnya memutih.
Pintu kamar tetap berdiri. Martono mengenalnya selaku Mbah Maridjan dari tengkuk serta kepalanya. Sesudah seluruh penghambat didepak, team bersihkan abu yang melekat di mayat. Syahadat, salawat, serta tahlil digumamkan. Sesudah bersih, mayatnya dibawa ke Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta.
"Saya saksikan telapak tangannya masih lembut utuh sebab melekat ke lantai," kata Martono.